Khawatir Peristiwa Nakba Terulang, Warga Gaza: Kami tak Akan Pergi dari Sini, Masa Depan Kami tidak Ditentukan Orang Lain

SALAM-ONLINE.COM: Ketika seluruh dunia berdebat mengenai apakah rencana Presiden AS Donald Trump untuk “mengambil alih” Jalur Gaza akan benar-benar terwujud atau tidak, warga Palestina di Gaza melalui media sosial pekan ini memberikan tanggapan. Intinya mereka tidak akan meninggalkan rumah mereka.
Pada konferensi pers bersama Perdana Menteri penjajah, Benjamin Netanyahu, Selasa (4/2/2025), Trump mengatakan bahwa AS sedang mempertimbangkan untuk mengambil alih Gaza di masa mendatang dan mengusir warga Palestina dari tanah air mereka.
“AS akan mengambil alih Jalur Gaza. Kami akan memilikinya (Gaza) dan bertanggung jawab untuk membersihkan semua bom berbahaya yang belum meledak dan senjata lainnya di lokasi tersebut,” oceh Trump.
Trump terus mengoceh bahwa “semua orang” yang diajak bicara “menyukai gagasan Amerika Serikat memiliki sebidang tanah (tanah Gaza)”.
Dia mengatakan, warga Palestina di Gaza bisa pergi ke suatu tempat yang “baik, segar, indah”, tanpa menyebutkan prospek untuk kembali. Dia meminta Yordania dan Mesir untuk menerima warga Palestina yang diusir secara paksa, serta negara-negara lain yang tidak disebutkan namanya.
Yordania dan Mesir sejauh ini menolak gagasan menerima warga Palestina. Sementara Hamas dan Otoritas Palestina, serta negara-negara kuat di kawasan seperti Turki mengutuk rencana pengusiran warga Gaza itu.
Pernyataan Trump tersebut mendapat reaksi keras di AS sendiri dan dari berbagai pemimpin di komunitas internasional.
Bagi warga Palestina di Gaza, rencana yang diusulkan Trump tidak mengubah niat mereka untuk tetap tinggal di tanah air mereka sendiri.
‘Hidup atau mati di sini’
“Saya berasal dari Gaza, ayah dan kakek saya berasal dari sini. Jadi mereka dapat melakukan apapun yang mereka inginkan, dan kami akan tetap teguh di tanah kami,” kata warga Gaza, Ahmed Halasa, dalam sebuah wawancara yang diposting oleh Middle East Eye, Rabu (5/2/2025). “Kami hanya punya satu pilihan: hidup atau mati di sinii.”
Warga Gaza lainnya, Ahmed al-Minawi, juga menyuarakan sentimen serupa.
“Kami kembali meskipun terjadi kerusakan besar dan kekurangan infrastruktur, air dan kebutuhan dasar. Kami kembali karena kami dengan tegas menolak pengungsian,” ucap Al-Minawi.
Penyair Palestina dari Gaza, Mosab Abu Toha, melalui akun X-nya menanggapi berita tersebut. “Kami tidak ingin hidup saja! Kami ingin tinggal di tanah air kami!” serunya.
Aya Massri dari Palestina berbagi pesan di X dengan gambar kopi paginya di Gaza. Ia mengatakan, tanah itu milik masyarakat adat.
Jurnalis Palestina Motasem Dalloul memvideokan pesan untuk Trump dan Netanyahu di depan reruntuhan rumahnya di Gaza.
“Saya akan membangun kembali rumah saya dengan tangan saya. Dan setiap warga Gaza akan melakukan hal yang sama seperti saya. Kami tidak akan pernah meninggalkan rumah kami. Kami akan tetap di sini sampai kami mati.”
Penulis dan analis politik Dr Fayez Abu Shamala juga memvideokan pesan yang ditujukan kepada Trump. “Kami mengatakan kepada Trump bahwa kami tidak akan meninggalkan tanah Gaza, dan kami tidak akan mengulangi (peristiwa) Nakba–bahkan jika sekalipun kami harus tinggal di tenda-tenda di atas reruntuhan,” katanya.
Nakba adalah peristiwa pengusiran warga Palestina pada 15 Mei 1948 dari tanah air mereka, disebut sebagai Hari Bencana Bangsa Palestina, yang terjadi selama perang Arab- “Israel”.
Jurnalis Palestina Abubaker Abed mengungkapkan rasa kecewanya karena masa depannya “ditentukan oleh orang lain”.
Dalam postingan lain di X, Abed menyerukan persatuan dalam perjuangan Palestina untuk memperlambat momentum rencana Trump.
“Kita membutuhkan persatuan saat ini. Diaspora dan khususnya Tepi Barat tidak bisa tinggal diam. Kita harus menentang rencana ini. Kita kuat bersama dengan masyarakat bebas di dunia. Kita berakar di sini dan kita tidak akan pergi.” (S)