Pembantaian di Bulan Ramadhan: Cerita ‘Sahur Berdarah’ di Gaza
Ini tentang tragedi ‘sahur berdarah’ di Gaza. Warga Palestina menceritakan bagaimana mereka bangun sahur disambut serangan udara yang membunuh lebih dari 430 orang. Serangan yang menghancurkan gencatan senjata di Gaza.

SALAM-ONLINE.COM: Pada Selasa (18/3) dini hari warga Palestina di Gaza terbangun. Dengan harapan, pagi mereka akan seperti pagi-pagi lainnya di bulan Ramadan ini. Keluarga, teman dan tetangga berkumpul. Menyiapkan makanan sahur. Untuk menjalankan ibadah puasa seharian.
Puluhan jenazah telah tiba di rumah sakit al-Shifa di Kota Gaza. Sebagian besar telah diidentifikasi dan telah dibaringkan di lantai. Menunggu pemakaman.
Meskipun jumlah pasti korban masih belum diketahui. Puluhan orang masih hilang atau terjebak di bawah reruntuhan, Kementerian Kesehatan Gaza telah mengonfirmasi. Lebih dari 430 warga Palestina telah mereguk syahid, dengan izin Allah. Sementara 562 lainnya terluka dalam serangan yang sedang berlangsung.
Di halaman rumah sakit, Abdulsalam Ahmed al-Sahwish berdiri memandangi mayat-mayat yang ditutupi kain kafan, plastik putih dan biru.
“Kami hanya menginginkan gencatan senjata. Kami menyerukan kepada semua pihak yang terkait untuk melakukan gencatan senjata, kami tidak menginginkan yang lain,” ucap Sahwish.
Setelah serangan awal, militer penjajah mengeluarkan perintah pengusiran massal kepada penduduk di berbagai wilayah di Jalur Gaza, termasuk Beit Hanoun, Khuzaa, dan Abasan.
Saat ratusan keluarga meninggalkan wilayah yang ditentukan, warga Palestina di tempat lain juga mulai berkemas. Mengantisipasi perintah lebih lanjut.
Untuk pertama kalinya dalam hampir dua bulan, jalan-jalan utama Kota Gaza nyaris kosong. Hanya beberapa orang di sana-sini yang terlihat menimbun makanan. Untuk bersiap menghadapi yang terburuk.
Namun, pemandangan di sekitar beberapa rumah sakit yang tersisa di Gaza sangat berbeda. Jalan-jalan dipenuhi orang-orang yang panik dan ambulans yang bergegas.

Em Firas Salama, seorang warga di kawasan Sheikh Radwan di utara Kota Gaza. Ia bergegas ke pasar tak lama setelah matahari terbit. Berharap bisa mengamankan makanan sebelum persediaan habis.