Selidiki Kekerasan di Latakia dan Tartus, Presiden Suriah Bentuk Komisi Independen

SALAM-ONLINE.COM: Kantor Kepresidenan Suriah mengumumkan pembentukan komisi nasional independen untuk menyelidiki insiden kekerasan yang terjadi baru-baru ini di provinsi Latakia dan Tartus.
Pada Kamis (6/3/2025) lalu, provinsi pesisir Latakia dan Tartus mendapat serangan terkoordinasi oleh sisa-sisa rezim Assad. Ini adalah serangan paling intens sejak runtuhnya rezim. Serangan menargetkan patroli keamanan dan pos pemeriksaan, yang mengakibatkan korban jiwa.
Pasukan keamanan dan militer Suriah pun melakukan operasi penyisiran dan pengejaran terhadap para penyerang, yang mengakibatkan bentrokan hebat. Pejabat pemerintah mengonfirmasi pemulihan keamanan dan stabilitas di kota-kota pesisir dan dimulainya upaya untuk melacak para penyerang dan mantan perwira rezim yang bersembunyi di daerah pedesaan dan pegunungan.
Presiden Ahmad Sharaa seperti dilansir Anadolu mengatakan pada Ahad (9/3/2025), komisi independen yang beranggotakan tujuh orang itu akan menyelidiki alasan, keadaan dan konteks kejadian, pelanggaran terhadap warga sipil, juga mengidentifikasi mereka yang bertanggung jawab.
Komisi ini juga bertugas menyelidiki serangan terhadap lembaga publik, personel keamanan, dan militer, meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab, dan merujuk mereka ke pengadilan.
Presiden Sharaa menyerukan agar semua badan pemerintah terkait bekerja sama sepenuhnya dengan komisi untuk menyelesaikan tugasnya.
Presiden memberi hak kepada komite untuk mencari bantuan dari individu mana pun yang dianggap perlu untuk pekerjaannya dan menetapkan batas waktu 30 hari sejak keputusan dikeluarkan bagi komite untuk menyerahkan laporannya kepada presiden.
Presiden juga mengumumkan pembentukan “Komite Tertinggi untuk Perdamaian Sipil”, yang bertugas melibatkan langsung penduduk wilayah pesisir untuk mendengar kekhawatiran mereka, memberikan bantuan, dan menjaga keamanan mereka.
Ia memperingatkan bahwa sisa-sisa rezim sebelumnya, bersama dengan aktor eksternal (yang tidak disebutkan namanya), berupaya memicu pertikaian dan menyeret Suriah ke dalam perang untuk memecah belah dan mengacaukannya.
Ia menegaskan kembali ketahanan Suriah. “Kami tidak akan membiarkan kekuatan asing atau faksi domestik mana pun mendorong negara kami ke dalam kekacauan atau perang saudara,” tegasnya.
“Kami tidak akan menunjukkan toleransi terhadap loyalis Assad yang telah melakukan kejahatan terhadap militer, lembaga negara, dan warga sipil tak bersalah, menyerang rumah sakit dan menyebarkan kekacauan di wilayah yang dulunya aman,” imbuhnya.
“Kami telah memperkuat wilayah tersebut dengan pasukan keamanan untuk melindungi warga sipil dan mencegah kekerasan balasan, tetapi pasukan ini diserang, dan banyak yang terbunuh,” kata Sharaa.
Ia dengan tegas menolak segala upaya untuk memicu perpecahan,. “Kami menolak seruan apa pun yang berupaya mencampuri urusan negara kami atau menyebarkan perselisihan dan perpecahan—retorika semacam itu tidak memiliki tempat di antara kami.”
Sharaa juga mendesak kekuatan regional dan internasional untuk berdiri bersama Suriah selama momen kritis ini, dengan menekankan, “Kami menyerukan kepada semua negara untuk mendukung Suriah sekarang dan menegaskan kembali rasa hormat penuh mereka atas persatuan dan kedaulatannya.”
Setelah runtuhnya rezim Assad pada 8 Desember 2024, otoritas Suriah yang baru berinisiatif untuk menyelesaikan status mantan anggota rezim di militer dan pasukan keamanan, dengan syarat mereka menyerahkan senjata dan tetap tidak ternoda oleh pertumpahan darah.
Meskipun puluhan ribu orang menerima inisiatif tersebut, beberapa kelompok bersenjata yang terdiri dari sisa-sisa rezim, khususnya di wilayah pesisir tempat perwira tinggi Assad ditempatkan, menolaknya.
Seiring berjalannya waktu, kelompok-kelompok ini melarikan diri ke daerah pegunungan, yang memicu ketegangan, mengganggu stabilitas wilayah, dan melancarkan serangan sporadis terhadap pasukan pemerintah dalam beberapa pekan terakhir.
Basyar Assad, pemimpin Suriah selama hampir 25 tahun, melarikan diri ke Rusia pada 8 Desember tahun lalu, mengakhiri rezim Partai Baath, yang telah berkuasa sejak 1963.
Sharaa, yang memimpin pasukan anti-rezim Assad dinyatakan sebagai presiden untuk masa transisi sejak 29 Januari lalu. (mus)