Saudi ke AS: Pasukan Suriah Harus Dikerahkan ke Suwayda, Meski ‘Israel’ Keberatan

Putra Mahkota Saudi Mohammad bin Salman (kanan) menyapa Presiden Suriah Ahmad al-Sharaa disaksikan Presiden AS Donald Trump, di Riyadh, pada 14 Mei 2025 (Bandar al-Jaloud/Istana Kerajaan Saudi/AFP)

SALAM-ONLINE.COM: Arab Saudi memberi tahu AS bahwa pasukan keamanan Suriah harus dikerahkan ke wilayah selatan, Suwayda, yang bergolak meskipun ada keberatan dari “Israel”, kata seorang pejabat AS kepada Middle East Eye (MEE).

Pejabat yang meminta identitasnya dirahasiakan karena sensitivitas seputar topik tersebut, mengatakan bahwa Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud, mengatakan kepada Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio pada Kamis (17/7/2025) bahwa kerajaan tersebut mendukung militer Suriah yang menegaskan kendali di provinsi Suwayda, Suriah selatan.

Sebuah pernyataan dari Departemen Luar Negeri menyebutkan bahwa kedua belah pihak (AS-Saudi) membahas masalah keamanan regional, termasuk upaya untuk mengakhiri kekerasan di Suriah terkait provokasi “Israel” kepada komunitas Druze di Suwayda.

Pejabat AS itu memberikan penjelasan singkat tentang pembicaraan tersebut. Sumber kedua yang mengetahui diplomasi tersebut, mengatakan kepada MEE pada Jumat (18/7) bahwa Arab Saudi “marah” atas serangan “Israel” terhadap Suriah dan pengerahan militer penjajah tersebut ke Damaskus.

Suwayda menjadi lokasi kekerasan sektarian antara komunitas mayoritas Druze dan warga Badui Sunni. Setelah pertempuran berdarah pecah pada Ahad (13/7), pemerintah Suriah mengerahkan pasukan ke Suwayda atas permintaan otoritas setempat. Tindakan itu yang kemudian mendorong penjajah “Israel” untuk melancarkan serangan hebat terhadap Suriah.

Perdana Menteri penjajah Benjamin Netanyahu kemudian meminta pemerintah Suriah untuk tidak mengerahkan pasukan ke selatan. Ketika Presiden Ahmad al-Sharaa melakukannya, “Israel” pun melancarkan serangan terhadap konvoi militer Suriah.

Pada hari Rabu (16/7) zionis “Israel” membombardir Kementerian Pertahanan Suriah dan area di dekat istana presiden di Ibu Kota Damaskus.

Para pejabat AS, Arab dan “Israel” yang masih menjabat dan yang sudah pensiun mengatakan bahwa Netanyahu sedang berusaha untuk menciptakan zona pengaruh di Suriah selatan, sebuah perkembangan yang meresahkan sekutu Arab, AS dan Turki.

Dalam sebuah perubahan haluan pada Jumat, media “Israel” melaporkan, mengutip seorang pejabat penjajah yang tidak disebutkan namanya, bahwa mereka telah memutuskan untuk “mengizinkan” “masuknya secara terbatas” pasukan keamanan internal Suriah ke Suwayda selama 48 jam.

‘Sangat jelas’

Seorang pejabat AS lain di kawasan yang memantau serangan “Israel” terkait perubahan sikap penjajah itu mengatakan I bahwa desakan “Israel” untuk zona pengaruh di selatan Suriah berbenturan dengan Suriah tengah yang bersatu, yang baru saja dipaparkan oleh utusan Trump untuk negara tersebut, sekaligus duta besar untuk Turki, Tom Barrack, kepada para wartawan pekan lalu.

“Saya pikir Potus (Presiden AS) dan pejabat lainnya di pemerintahan telah sangat jelas tentang arah Suriah,” kata pejabat itu, merujuk pada Presiden Trump.

Sumber regional kedua mengatakan bahwa AS kesal dengan serangan “Israel” ke Suriah.

Baca Juga

Intervensi “Israel” di Suwayda sangat merepotkan pemerintahan Trump karena terjadi di saat AS sedang mendesak Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi untuk tunduk pada otoritas Damaskus.

AS dan SDF merupakan sekutu yang berperang melawan kelompok “ISIS”, tetapi kini Washington menginginkan pasukan yang dipimpin Kurdi untuk berintegrasi ke dalam tentara Suriah, alih-alih mempertahankan zona otonomi di timur laut.

Sharaa, mantan pemimpin Hay’at Tahrir al-Syam (HTS) yang sebelumnya merupakan cabang Al-Qaidah di Suriah, memimpin penggulingan mantan presiden dan orang kuat negara itu, Basyar Assad, pada Desember 2024.

Arab Saudi, Turki, Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, dan negara-negara Arab lainnya mengeluarkan pernyataan pada hari Kamis yang menegaskan kembali “dukungan teguh mereka terhadap keamanan, persatuan, stabilitas, dan kedaulatan Suriah”.

Pernyataan tersebut menyatakan bahwa serangan “Israel” merupakan “serangan terang-terangan terhadap kedaulatan Suriah” dan bahwa mereka (sejumlah negara tersebut) menolak “segala bentuk intervensi asing dalam urusan internal (Suriah)”.

Berpihak pada Sharaa

Keputusan Arab Saudi untuk mendukung Sharaa dan menegaskan otoritas militer di Suwayda tidaklah mengejutkan. Kerajaan tersebut menjadi tuan rumah pertemuan langsung antara presiden Suriah dan Trump di Riyadh pada Mei lalu.

Trump mengatakan bahwa Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Putra Mahkota Mohammad bin Salman bertanggung jawab dalam meyakinkannya untuk mencabut semua sanksi terhadap Suriah, sekali lagi bertentangan dengan apa yang menurut para diplomat diinginkan “Israel”.

Menlu Saudi Pangeran Faisal juga berbicara dengan mitranya dari Turki, Hakan Fidan, pada hari Rabu.

Meskipun negara-negara Teluk seperti Arab Saudi dan Qatar memiliki dana untuk mendukung rekonstruksi Suriah, Sharaa menikmati hubungan dekat dengan Ankara (Turki). Pada April lalu, “Israel” mengebom beberapa pangkalan udara Suriah yang rencananya akan diambil alih Turki untuk melatih pasukan keamanan Sharaa.

“Arab Saudi menaruh perhatian pada stabilitas dan rekonstruksi Suriah. Termasuk di Sharaa,” kata pejabat AS tersebut.

Semua ini terjadi ketika Trump mengatakan ia masih ingin menjadi perantara perjanjian normalisasi antara kedua mitra AS tersebut.

MEE pertama kalinya melaporkan bahwa Arab Saudi melobi Trump untuk menghentikan serangan terhadap Houthi Yaman pada Mei lalu. Keputusan Trump untuk melakukannya secara luas dianggap merugikan “Israel”. (mus)

Baca Juga