Rusuh Sampang: Siapa yang Lebih Dahulu Menyulut Api

Jalaluddin Rakhmat di acara Miladnya yang ke-63

JAKARTA (salam-online.com): Pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur meminta seluruh masyarakat bisa menahan diri, terkait peristiwa bentrokan di Sampang, Madura.

Ketua MUI Jawa Timur, KH Abdussomad Buchori, bahkan dengan tegas mengatakan, “Jangan ada kekerasan, dan jangan pula memancing kekerasan.” Kiai Abdussomad juga meminta masyarakat tak hanya melihat peristiwa ini semata, namun juga memahami akar peristiwa yang melatarbelakanginya.

Selain MUI Jawa Timur, seruan untuk menciptakan stabilitas keamanan juga datang dari Gerakan Pemuda Madura (Garda Madura), Abdul Fattah, dalam siaran persnya, Senin (27/8/2012).

Abdul Fattah menyatakan, pernyataan mengenai kasus ini harus disampaikan dengan bijak. “Saya berharap pernyataan bisa disampaikan dengan bijak. Dalam situasi seperti sekarang tidak boleh menyalahkan satu pihak, karena bisa menimbulkan salah paham,” tuturnya.

Saat ini memang, pernyataan dari kedua belah pihak, baik kaum Muslimin maupun Syiah, bisa membuat situasi lebih memanas. Namun sayangnya, berbeda dengan Ketua MUI Jatim KH Abdussomad Buchori yang meminta masyarakat untuk menahan diri dan tidak melontarkan pernyataan yang bisa membuat situasi memanas, Ketua Dewan Syuro Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI), Jalaluddin Rakhmat, justru mengeluarkan pernyataan yang bisa dibilang memanaskan situasi.

Dalam acara miladnya yang ke-63, salah satu tokoh Syiah Itsna Asyariyah di Indonesia itu menyatakan, bahwa penganut Syiah tidak akan diam saja seperti Ahmadiyah yang hanya tersenyum ketika mendapat kekerasan.

Dalam pernyataannya, sebagaimana dikutip www.tempo.co,  Rabu (29/8/2012),  pakar komunikasi tersebut justru mengeluarkan pernyataan yang bisa disalahpahami oleh kaum Muslimin.

Jalaluddin Rakhmat saat memberikan keterangan pers perihal rusuh Sampang di acara launching buku dan miladnya yang ke-63

Selain mengatakan bahwa saat ini ada 2,5 juta penganut Syiah di Indonesia yang taqiyyah (menyembunyikan ke-Syiah-annya), pria yang akrab disapa Kang Jalal ini juga menyatakan, “Orang-orang Syiah tidak akan membiarkan kekerasan ini. Karena untuk pengikut Syiah, mengucurkan darah bagi Imam Husein adalah sebuah kemuliaan.” Ia juga dengan bangga mengatakan, orang Syiah merupakan orang-orang berjiwa pemberani.

Meski menepis bahwa pernyataannya sebagai peringatan balas dendam, Kang Jalal yang kini dengan terang benderang mengakui bahwa dirinya Syiah, menyatakan, “Kita diizinkan agama kepada orang-orang yang memerangi untuk balas menyerang. Tapi kami (IJABI) mengimbau mereka (Syiah Sampang) untuk tidak melakukan tindak kekerasan kecuali mereka dalam keadaan terdesak.” (Rakyat Merdeka Online, Kamis, 30/8/2012).

Ia juga mengatakan, “Saya tidak bermaksud mengancam ya, tapi apakah kita harus memindahkan konflik Sunnah-Syiah dari Irak ke Indonesia? Semua itu berpulang pada pemerintah,” ujarnya. Dengan lugas, Jalal juga menyatakan bahwa tokoh Syiah Sampang, Tajul Muluk, belajar Syiah dengan dirinya.

Jalaluddin Rakhmat adalah tokoh Syiah yang dulu mengelak membuka identitas kesyiahannya. Bahkan, untuk menyamarkan identitasnya, ia pernah mengatakan bahwa dirinya “Susi” alias “Sunnah-Syiah”. Sebuah istilah yang sempat dipersoalkan umat Islam pada waktu itu.

Namun saat ini, Jalaluddin Rakhmat dengan terbukanya membuat pernyataan yang membela Syiah bahkan melontarkan pernyataan yang bisa dianggap sebagai provokasi.

Di tengah situasi konflik di Sampang, Madura, Jalaluddin menghelat acara ulang tahun ke-63, yang bertajuk “Milad ke 63 Kang Jalal: Napak Tilas Perjalanan Syiah Kang Jalal”. Acara yang diselenggarakan di Jalan Kemang VI, No 9, Kemang Raya, Jakarta Selatan, (Rabu, 29/8/2012) dihadiri oleh murid-muridnya, para pegiat pluralisme dan aktivis liberal, seperti Luthfi Asy-Syaukanie dan Zuhairi Misrawi.

Pernyataanpernyataan Jalaluddin di acara Milad dan launching bukunya itu bisa dinilai provokatif. Kemarahan warga NU Sampang sendiri pun sebenarnya karena provokasi. Umat Islam Sampang disulut.

Baca Juga

Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Sampang dan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur menerjunkan Tim Pencari Fakta (TPF) terkait kerusuhan Sampang.

Hasilnya, TPF NU itu menemukan bom rakitan mirip ranjau yang sengaja ditanam di sekitar lokasi kejadian.

“PCNU sejak kemarin tengah mengumpulkan sejumlah data dan informasi dari lapangan. Data sementara yang berhasil dikumpulkan oleh PCNU Sampang, bentrok yang kedua kalinya yang memakan korban jiwa tersebut dipicu oleh letusan bom rakitan mirip ranjau yang sengaja ditanam di sekitar tempat kejadian perkara,” kata Wakil Ketua PCNU Sampang H. Nuruddin JC dalam keterangan rilisnya yang diterima Okezone, Senin (27/8/2012).

Menurutnya, letusan tersebut sangat kuat bahkan terdengar hingga satu kilometer. Ranjau rakitan itu memiliki daya ledak yang luar biasa dan mematikan. Sebab, ranjau tersebut dicampur dengan kelerang.

Buktinya, lanjut Nurruddin, sejumlah warga yang terluka terkena serpihan kelereng sedalam dua centimeter di bagian paha dan kaki.

Mendengar letusan itu, tanpa dikomando ribuan massa yang berada di desa terdekat menuju lokasi dengan membawa senjata tajam. Saat itu, di lokasi sudah ditemukan banyak korban yang terkena ledakan bom itu. Hingga akhirnya bentrok tak terhindarkan.

“Mereka saling serang dengan senjata tajam, batu, kayu dan bom molotov,” tambahnya.

Karena itu, sebagai organisasi Islam terbesar, pihaknya meminta kepada aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Termasuk mengusut perakit dan orang yang menanam bom rakitan mirip ranjau itu. Yang terpenting saat ini, lanjutnya, adalah menangani para korban akibat kerusuhan tersebut dan melokalisir agar konflik ini tidak menyebar ke tempat lain.

Nah, siapa yang lebih dahulu memprovokasi dengan menanam bom rakitan mirip ranjau itu? Jika temuan TPF NU Sampang itu ditindaklanjuti, dimana letusan bom rakitan itu menyulut rusuh, siapa sesungguhnya yang diuntungkan dalam “permainan” ini?

Yang Jelas, lagi-lagi umat Islam menjadi “tertuduh” dan “dihujat”  melalui media sekular dan liberal, termasuk sebagian “tokoh-tokoh Islam”-nya ikut menyalahkan. Mereka tak pernah mau berpikir, ada apa sebenarnya di balik kejadian ini. Juga tanpa melihat akar masalahnya.

Padahal, ketika umat Islam (warga NU) di Jember, Jatim,  diserang tujuh pengikut Syiah, ke mana para tokoh yang sekarang menyalahkan kaum Muslimin pada rusuh Sampang ini? Dan, media nasional, khususnya televisi, tak memblowup penyerangan itu.

Begitulah, jika umat yang mayoritas ini diserang, “para tokoh” dan media-media sekular-liberal berlagak pilon. Sebaliknya, jika mereka menganggap kelompok minoritaslah yang diserang, maka ramai-ramailah mereka “menghujat” kaum mayoritas negeri ini.

Seperti saat ini, media sekular dan liberal itu ramai-ramai menyalahkan yang mereka sebut sebagai kelompok penyerang seraya tak mau tahu, siapa yang menyulut lebih dahulu!

Kenapa bom rakitan mirip ranjau itu berada di lokasi kejadian? Mustahil bom-bom rakitan yang ditemukan TPF NU itu ditanam warga NU, lantaran berada di area Syiah.

Jelaslah, siapa yang lebih dahulu memprovokasi, siapa yang lebih dahulu menyulut api! Dan siapa pula yang selalu melanggar kesepakatan sebelumnya. Bukan warga NU. Bukan warga yang disebut media sekular dan liberal sebagai kelompok penyerang. Ironisnya, lagi-lagi umat Islam jadi korban opini publik lewat media-media sekular dan liberal. (zal/salam-online.com)

Baca Juga