Sidang Ahok, Ahli: Ada Lima Syarat Seseorang Bisa Menafsirkan Al-Qur’an

Suasana sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (21/12). Sidang lanjutan tersebut beragenda mendengarkan keterangan empat orang saksi yaitu Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang juga sebagai Ahli agama Islam KH Miftahul Akhyar, ahli agama dari PP Muhammadiyah Prof Dr Yunahar Ilyas, Lc, MA, ahli hukum pidana Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dr Abdul Chair Ramadhan dan ahli pidana Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Prof Dr Mudzakir. (Foto: ANTARA/M Agung Rajasa

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Ahli Islam dari Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dr Yunahar Ilyas yang dihadirkan dalam lanjutan sidang terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyatakan terdapat lima persyaratan untuk seseorang bisa menafsirkan Al-Qur’an.

“Pertama, dia harus bisa menguasai Bahasa Arab,” kata Yunahar dalam sidang kesebelas kasus penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (21/2).

Kedua, kata dia, orang itu harus menguasai Ulumul Qur’an.

“Bagaimana dia bisa menafsirkan Al-Qur’an apabila dia tidak menguasai Ulumul Qur’an, termasuk di dalamnya Ulumul Tafsir,” kata Yunahar.

Selanjutnya yang ketiga, Yunahar menyatakan orang itu harus mengetahui Ulumul Hadits karena Al-Qur’an akan ditafsirkan oleh hadits.

“Keempat dia harus tahu Ilmu Fiqih karena Al-Qur’an berbicara tentang hukum, dia juga harus menguasai Sirah Nabawiyah karena Nabi yang membawa Al-Qur’an kepada umatnya,” tuturnya.

Terakhir, orang itu harus mengetahui tentang budaya Arab karena Al-Qur’an diturunkan dalam budaya Arab pada waktu itu, ucap Yunahar yang juga pengurus di Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu.

Sementara itu menurut Yunahar, yang memberatkan dalam pidato Ahok di Kepulauan Seribu adalah adanya kata “dibohongi pakai Al-Maidah ayat 51”.

Baca Juga

“Kalau dibohongi pakai Al-Maidah 51 berarti Al-Maidah 51 itu sebagai alat untuk berbohong. Al-Qur’an itu kitab benar, yang memberatkan dari kalimat itu adalah adanya kata-kata dibohongi,” ujarnya.

Sebelumnya, ahli Islam dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Miftachul Akhyar juga telah memberikan keterangan dalam sidang lanjutan Ahok.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga memanggil ahli pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Prof Dr Muzakir.

Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.

Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Sumber: Antara

Baca Juga