Yusril: Perppu No 2 Tahun 2017 Lebih Kejam dari Era Penjajah Belanda, Orde Lama & Orde Baru

Prof Dr Yusril Ihza Mahendra, SH, M.Sc

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Pakar Hukum Tata Negara Prof Dr Yusril Ihza Mahendra, SH, M.Sc mengatakan, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentag Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang baru, nomor 2 tahun 2017, lebih kejam dari era penjajah Belanda, Orde Lama dan Orde Baru.

Prof Yusril mengungkapkan hal ini, merespons terbitnya Perppu No 2 Tahun 2017 yang diumumkan oleh Menkpolhukam Wiranto, Rabu (12/7).

Mengapa Perppu ini lebih kejam dibanding era penjajahan Belanda, Orde Lama dan Orde Baru? Yusril menerangkan, dalam Perppu yang baru, nomor 2 tahun 2017, Menkumham dapat membubarkan ormas semaunya sendiri.

“Ini adalah ciri pemerintahan otoriter. Dalam praktiknya nanti, Presiden bisa secara diam-diam memerintahkan Menkumham untuk membubarkan ormas, tanpa Menkumham bisa menolak kemauan Presiden,” katanya dalam rilis yang diterima redaksi, Jumat (14/7).

Selain sanksi administratif, Perppu yang baru ini, papar Yusril, memberi sanksi pidana kepada “setiap orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus Ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung menganut paham yang bertentangan dengan Pancasila dan melanggar ketentuan Pasal 59 ayat (4) dengan pidana “seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun”.

“Dan dapat pula dikenai dengan pidana tambahan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ini diatur dalam Pasal 82A ayat (2) dan ayat (3). Ketentuan seperti ini sebelumnya tidak ada dalam UU No. 17 Tahun 2014 tentang Ormas,” papar mantan Menkumham ini.

Jadi kalau ormas itu punya anggota 1 juta orang, maka karena organisasinya dianggap bertentangan dengan Pancasila dan melanggar ketentuan Pasal 59 ayat (4) Perppu ini, maka 1 juta orang itu semuanya bisa dipenjara seumur hidup atau paling minimal penjara 5 tahun dan maksimal 20 tahun.

Baca Juga

“Ketentuan seperti ini sepanjang sejarah hukum di negeri kita sejak zaman penjajahan Belanda sampai zaman Orla, Orba dan Reformasi belum pernah ada, kecuali di zaman Presiden Jokowi ini,” ujarnya.

Ia mengungkapkan, terhadap parpol yang dibubarkan di zaman Orla seperti Masyumi dan PSI, atau PKI yang dibubarkan di awal zaman Orba, ketentuan untuk memenjarakan semua anggota parpol yang bertentangan dengan dasar negara Pancasila itu, tidak pernah ada.

“Kalau kepada partai yang dibubarkan saja, anggota-anggotanya tidak otomatis dipidana, apalagi terhadap anggota ormas yang dibubarkan di zaman Orla dan Orba,” kata Ketum Partai Bulan Bintang ini.

Karena itulah, mantan Mensesneg ini mengingatkan ormas-ormas Islam yang sangat antusias dengan lahirnya Perppu ini, karena mengira Perppu ini adalah Perppu pembubaran HTI atau ormas-ormas Islam ‘radikal’, agar hati-hati dalam mengambil sikap.

“Sebab, dengan Perppu ini, ormas manapun yang dibidik, bisa saja diciptakan opini negatif, lantas kemudian diberi stigma sebagai ormas ‘anti Pancasila’ untuk kemudian secara sepihak dibubarkan oleh Pemerintah,” ujarnya mengingatkan.

Ormas-ormas Islam dan juga ormas-ormas lain, termasuk yayasan dan LSM, menurutnya, justru harus bersatu melawan kehadiran Perppu yang bersifat otoriter ini, tentu dengan tetap menggunakan cara-cara yang sah dan konstitusional.

“Kepada partai-partai politik yang punya wakil di DPR, saya berharap mereka akan bersikap kritis terhadap Perppu ini. Telaah dengan mendalam isi beserta implikasi-implikasinya jika Perppu ini disahkan DPR menjadi undang-undang,” tandasnya . (S)

Baca Juga