Sebut Tim Pengawas Senjata Kimia Tiba di Douma, Kantor Berita Rezim Asad Berbohong

SALAM-ONLINE: Media rezim Basyar Asad dinyatakan berbohong dengan melaporkan tim pengawas senjata kimia global telah memasuki Douma untuk memeriksa lokasi serangan kimia.

Para pengawas senjata kimia internasional seperti dilansir Aljazeera, Kamis (19/4/2018), membantah berita dari kantor berita rezim Suriah, SANA, yang melaporkan bahwa tim pencari fakta dari Organisasi yang bekerja untuk Larangan Senjata Kimia (OPCW) telah memasuki Douma, Suriah.

OPCW mengatakan bahwa tim mereka masih berada di luar Douma. Mereka belum dapat masuk ke Douma Suriah untuk memeriksa lokasi serangan gas beracun tersebut. OPCW membantah laporan sebelumnya bahwa lembaga tersebut sudah memasuki Douma sebagaimana disebar oleh media rezim Basyar Asad yang dikutip Aljazeera, Selasa (17/4).

Pada Selasa (17/4), kantor berita rezim, SANA, telah berbohong dan secara tidak benar melaporkan  bahwa tim pencari fakta OPCW tiba di Damaskus pada Sabtu, kemudian memasuki Douma, Selasa, bersama Menteri Kesehatan rezim Suriah.

BACA JUGA: SELIDIKI SERANGAN BERACUN, ORGANISASI PENGAWAS SENJATA KIMIA TIBA DI DOUMA

OPCW juga mengatakan pada Rabu (18/4/2018) bahwa para pejabat keamanan PBB mencoba memasuki Douma pada Selasa (17/4) untuk melakukan survei di wilayah di mana misi pencarian fakta badan dunia tersebut seharusnya menyelidiki serangan senjata kimia yang dilakukan oleh pasukan rezim pada 7 April lalu.

Namun tim Departemen Keselamatan dan Keamanan PBB (UNDSS) datang disambut dengan tembakan senjata ringan. Sebuah alat peledak diledakkan di dekat tim selama mereka berhenti di dua situs yang mereka kunjungi, kata OPCW.

Di tempat situs pertama, para pejabat PBB harus mundur karena kerumunan besar berkumpul di sana yang cukup berisiko dengan masalah keamanan. Tidak ada yang cedera. Saat itu juga Tim PBB kembali ke ibu kota Suriah, Damaskus.

“UNDSS akan terus bekerja dengan Otoritas Nasional Suriah, Dewan Lokal di Douma dan Polisi Militer Rusia untuk meninjau situasi keamanan. Saat ini, kami tidak tahu kapan tim (Misi Pencarian Fakta) dapat dikerahkan ke Douma,” ujar OPCW.

Pengerahan ke Douma akan dipertimbangkan setelah disetujui oleh tim keamanan PBB, dan memungkinkan tim OPCW memiliki akses tanpa hambatan ke situs tersebut, tambahnya.

Zeina Khodr dari Aljazeera, yang melaporkan dari ibu kota Libanon, Beirut, mengatakan pernyataan OPCW itu tidak menyalahkan siapa pun atas insiden yang dialami tim dari PBB tersebut. Menurut Khodr, rezim Suriah dan sekutu utamanya Rusia “telah dituduh oleh kekuatan Barat menghambat kerja” dari tim pengawas.

“Apa yang kami pahami adalah bahwa Douma berada di bawah kendali militer Rusia dan rezim Suriah. Keduanya (Rusia dan rezim Asad) mengklaim beberapa hari yang lalu bahwa daerah itu telah ‘sepenuhnya dibebaskan dari teroris’,” lapor Khodr.

Pasukan rezim Suriah dan Rusia menguasai Douma pada Sabtu ketika para pejuang oposisi mundur dari kota tersebut, beberapa jam setelah berakhirnya serangan negara-negara Barat (AS, Inggris dan Prancis).

Baca Juga

Menurut tim penyelamat dan petugas medis, setidaknya 85 warga sipil meregang nyawa dalam serangan kimia yang memicu serangan rudal Amerika Serikat, Prancis dan Inggris pada instalasi militer rezim Suriah tersebut.

Damaskus dan Moskow membantah serangan kimia tersebut—meski para korban mengeluarkan busa dari mulut dan hidung mereka serta sulit bernapas.

Selama pertemuan darurat pada Senin di markas OPCW di Den Haag, para diplomat Barat menyebut rezim Suriah dan sekutu Rusianya menghalangi tim tersebut.

Membantah klaim, Rusia mengatakan Kota Douma masih perlu dibebaskan dari ranjau dan mengatakan tim pengawas senjata kimia akan masuk pada Rabu (18/4), berbeda dengan laporan kantor berita rezim Suriah, SANA. Dan, sampai berita ini dilansir, Kamis (19/4), Tim OPCW masih berada di luar Kota Douma.

Namun, Prancis dan AS mempertanyakan tujuan dari misi itu seraya memperingatkan bahwa bukti dan jejak (tentang serangan kimia) bisa jadi telah dihapus oleh rezim.

Ishak Majali, mantan inspektur OPCW, mengatakan mustahil tim akan menemukan bukti di lokasi setelah penundaan (penyelidikan) tersebut.

“Sudah banyak waktu (terbuang) sejak serangan (kimia) itu terjadi—(karena) kita berbicara tentang (serangan kimia) 11 hari (yang lalu),” katanya kepada Aljazeera.

Tim OPCW ditugaskan menyelidiki serangan gas beracun di bekas markas oposisi di Douma, Ghouta Timur.

“Jadi, jika Anda mengendalikan sebuah situs dengan bahan kimia untuk waktu yang lama, sangat mudah sebenarnya untuk mengutak-atik tempat dan mengubah fakta di lapangan,” ujarnya.

“Anda benar-benar dapat melakukan apa yang kami sebut dalam bisnis militer sebagai proses dekontaminasi, yaitu menghapus semua bukti di lapangan dengan menggunakan bahan kimia lain untuk menetralisir bahan kimia di tanah. Juga, Anda dapat merusak mesiu itu sendiri. .. untuk menyiapkan beberapa saksi atau menyiapkan beberapa laporan medis.” (S)

Sumber: Aljazeera

Baca Juga