Radar Bogor Digeruduk Massa PDIP, Insan Pers Gelar Aksi Solidaritas

Aksi solidaritas sejumlah jurnalis untuk Koran Radar Bogor di Mapolres Kota Bogor. (Foto: MNM/Salam-Online)

BOGOR (SALAM-ONLINE): Sejumlah jurnalis se-Bogor raya menggelar aksi solidaritas di Mapolres Kota Bogor, Jalan Kapten Muslihat Bogor, Jawa Barat, Sabtu (2/6/2018).

Aksi digelar sebagai bentuk solidaritas insan pers untuk Koran Radar Bogor yang kantornya diserang para kader/massa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang tidak terima dengan pemberitaan koran tersebut.

Ratusan massa kader PDIP menggeruduk Kantor Surat Kabar Radar Bogor, Rabu (30/5) sore sekitar pukul 16.00 WIB. Seratusan kader itu marah dan tak terima atas pemberitaan terhadap Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang disebut mendapatkan gaji seratusan juta rupiah. Halaman utama Surat Kabar Radar Bogor edisi tersebut berjudul ‘Ongkang-ongkang Kaki Dapat Rp112 juta’.

Pada Jumat (1/6) puluhan massa PDIP kembali menggeruduk Surat Kabar Radar Bogor. Massa menuntut hal sama dengan demo yang dilakukan sebelumnya. Massa kader Banteng mendesak agar Radar Bogor meminta maaf karena telah memuat berita tentang gaji Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri senilai Rp 112 juta.

Pemimpin Redaksi Radar Bogor, Tegar Bagdja, telah menyatakan permintaan maafnya terhadap PDIP dan Megawati. “Saya selaku pemred, meminta maaf kepada Bu Megawati dan kader PDIP, jika karya jurnalistik terbitan 30 mei telah menyakiti hati mereka,” ujar Tegar seperti dikutip Republika.co.id, Jumat (1/6).

Sementara dalam aksi solidaritas terhadap Radar Bogor, dari lokasi aksi, jurnalis Salam-Online melaporkan, para wartawan diterima langsung oleh Kapolres Kota Bogor Kombes Ulung SJ untuk berdiskusi mengenai masalah penyerangan tersebut, dari mulai kritikan, usulan sampai sikap yang akan diambil ke depannya.

Setidaknya para Jurnalis yang terdiri dari berbagai asosiasi wartawan itu memiliki lima pernyataan sikap, yang kemudian ditandatangani dan diterima oleh pihak Polres Kota Bogor.

Lima sikap yang dibacakan langsung oleh koordinator aksi Billi Adhiyaksa tersebut, pertama, menolak segala bentuk kekerasan, intimidasi dan persekusi terhadap insan pers dan media massa. Kedua, meminta aparatur keamanan (TNI-POLRI) menjamin kinerja insan pers se-Bogor raya sesuai dengan undang-undang pers nomor 40 tahun 1999.

Ketiga, meminta semua kalangan untuk mengedepankan delik pers dalam   menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan kinerja insan pers. Keempat, kami sepakat untuk terus menjaga martabat insan pers dengan menyajikan pemberitaan yang objektif, berdasarkan data dan fakta serta mengedepankan unsur keberimbangan. Kelima, mengajak semua kalangan untuk menjaga kondusivitas di Bogor raya.

Baca Juga

Kombes Ulung berjanji bahwa kedepan, pihaknya akan melindungi kantor media massa dari amukan kelompok atau oknum yang tidak mengindahkan proses penyelesaian sengketa pers sesuai Undang-Undang.

“Ke depan Insya Allah kita juga melindungi kantor media massa dari amukan kelompok atau oknum yang tidak mengindahkan proses penyelesaian sengketa pers,” tegas Kombes Ulung.

Sementara aksi solidaritas untuk Radar Bogor juga digelar Forum Pekerja Media di Bundaran HI, Jakarta Pusat. Namun aksi ini sempat dihentikan polisi.

Aksi Solidaritas dari insan pers untuk Radar Bogor yang diserang massa PDIP pada Rabu (30/5) lalu digelar hari ini, Sabtu (2/6/2018) di depan Mapolresta Bogor. (Foto: MNM/Salam-Online)

“Awalnya kami aksi di Bunderan HI, kira-kira baru berjalan 5 menit kami didatangi petugas polisi yang meminta untuk bubar,” kata Ketua Serikat Pekerja Lintas Media (SPLM) Jakarta, Adi Briantika di Bundaran HI, Jakarta, Sabtu (2/6) seperti diberitakan sejumlah media online.

Menurut Adi, alasan polisi membubarkan aksi adalah karena bertepatan dengan bulan puasa dan terdapat Pergub No. 228/2015 tentang Pengendalian Penyampaian Pendapat di Muka Umum di Ruang Terbuka yang melarang Bundaran HI dijadikan tempat orasi.

“Kami diminta pindah ke Taman Pandang atau Patung Kuda, karena menurut polisi tempat itu memang disediakan untuk menyampaikan aspirasi,” ungkap Adi seperti dikutip RMOL.co.

Pihaknya pun tidak melakukan perlawanan dan tidak merasa diintimidasi oleh polisi. Adi dan kawan-kawan memahami tugas polisi tersebut.

“Polisi itu juga mengawal kami saat long march ke Patung Kuda, tapi baru berjalan sekitar 500 meter kami akhirnya membubarkan diri,” ujarnya. (MNM/Salam-Online)

Baca Juga