Pengungsi Rohingya Mau Kembali ke Myanmar, Asal…

Utusan PBB menggarisbawahi pentingnya pertanggungjawaban atas kejahatan terhadap Muslim Rohingya yang dilakukan di Myanmar

Pengungsi Rohingya di kamp Kutupalong, dekat Cox’s Bazar, Bangladesh. (Foto: Arif Hüdaverdi/Anadolu Agency)

SALAM-ONLINE: Pengungsi minoritas Muslim Rohingya Myanmar mengatakan kepada utusan PBB bahwa mereka bersedia untuk kembali ke Myanmar asalkan keselamatan mereka terjamin dan kewarganegaraan mereka diberikan, demikian menurut pernyataan PBB Selasa (17/7/2018).

Pernyataan itu muncul menyusul kunjungan resmi pertama utusan PBB, Christine Schraner Burgener, ke kamp-kamp pengungsi di Cox’s Bazar, Bangladesh pada 14-16 Juli, yang dihuni lebih dari 750.000 pengungsi.

“Di Cox’s Bazar, dia mengunjungi kamp-kamp pengungsi yang luas dan mendengar dari orang-orang tentang kekejaman tak terbayangkan yang dilakukan di Negara Bagian Rakhine,” kata pernyataan itu sebagaimana dikutip kantor berita Anadolu, Selasa (17/7) .

“Terlepas dari pelanggaran berat hak asasi manusia, mereka menyatakan kepada Utusan PBB harapan mereka untuk kembali ke rumah mereka di Rakhine jika keamanan dapat dijamin dan kewarganegaraan diberikan,” tambahnya.

Selama diskusi dalam kunjungan tersebut, Burgener juga menggarisbawahi pentingnya akuntabilitas atas kejahatan yang dilakukan oleh pasukan Myanmar.

Baca Juga

Sejak 25 Agustus 2017, sekitar 750.000 Rohingya, sebagian besar anak-anak dan perempuan, telah melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh setelah pasukan Myanmar melakukan tindakan kekerasan terhadap komunitas Muslim minoritas, kata Amnesty International.

Setidaknya 9.400 orang Rohingya terbunuh di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, sejak 25 Agustus hingga 24 September 2017, menurut Doctors Without Borders (Dokter tanpa Batas).

Dalam laporan yang diterbitkan Desember 2017 lalu, kelompok kemanusiaan global mengatakan, kematian 71,7 persen atau 6.700 Rohingya, disebabkan oleh kekerasan. Mereka, termasuk 730 anak-anak di bawah usia 5 tahun.

Etnis Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai orang-orang yang paling teraniaya di dunia, telah menghadapi ketakutan yang meningkat terhadap serangan pasukan Myanmar sejak puluhan orang terbunuh dalam kekerasan komunal pada 2012.

PBB telah mendokumentasikan perkosaan massal, pembunuhan—termasuk bayi dan anak kecil—pemukulan brutal, dan penghilangan yang dilakukan oleh personel keamanan. Dalam laporannya, penyelidik PBB mengatakan bahwa pelanggaran tersebut merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. (S)

Sumber: Anadolu Agency

Baca Juga