HRW: Pengungsi Rohingya yang Pulang Disiksa oleh Polisi Myanmar

YANGON (SALAM-ONLINE): Sebuah kelompok hak asasi manusia terkemuka, Human Rights Watch (HRW) mengatakan pada Selasa (21/8/2018) bahwa pemantauan internasional sangat penting dalam pemulangan ribuan Muslim Rohingya. Alasannya, otoritas Myanmar telah menyiksa dan memenjarakan orang-orang yang kembali dari Bangladesh.

Sejak 25 Agustus 2017, lebih dari 750.000 pengungsi, sebagian besar anak-anak dan perempuan, telah melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh. Mereka melarikan diri setelah pasukan Myanmar melakukan aksi kekerasan terhadap komunitas minoritas Muslim tersebut, kata Amnesty International.

Lebih dari 24.000 Muslim Rohingya telah dibunuh oleh pasukan Myanmar sejak Agustus 2017, demikian laporan terbaru Badan Pembangunan Internasional Ontario.

Myanmar menjanjikan pemulangan yang aman bagi pengungsi Rohingya ke Myanmar. Tetapi informasi terakhir menyatakan keraguan tentang keselamatan mereka.

Human Rights Watch yang berbasis di New York mengatakan pada Selasa (21/8) bahwa “kenyataannya pengungsi Rohingya yang kembali masih menghadapi penganiayaan”. Mereka dipaksa untuk melarikan diri lagi. Meskipun otoritas Myanmar menjanjikan keselamatan mereka.

“Penyiksaan terhadap para pengungsi Rohingya menempatkan kebohongan pada janji-janji pemerintah Myanmar bahwa pengungsi yang kembali akan aman dan terlindungi,” kata Wakil Direktur HRW HR Robert Phil Robertson, seperti dilansir Anadolu Agency, Rabu (22/8).

HRW mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa tiga pria Rohingya mengatakan polisi yang menjaga perbatasan Myanmar “berulang kali menginterogasi mereka dengan todongan senjata”.

Baca Juga

Aparat Myanmar memukul mereka dengan tongkat, menyetrum mereka dengan listrik dan memaksa mereka mengaku berafiliasi dengan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA), kata HRW.

“Perlakuan terhadap para pengungsi Rohingya ini harus menjadi tanda peringatan bagi mereka yang percaya bahwa pemerintah Myanmar siap untuk memastikan pengembalian yang aman,” kata Robertson.

Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai orang-orang yang paling teraniaya di dunia, telah menghadapi ketakutan yang meningkat sejak aksi kekerasan komunal terhadap mereka terjadi pada 2012.

PBB mendokumentasikan perkosaan massal, pembunuhan—termasuk bayi dan anak-anak— pemukulan brutal dan penghilangan (nyawa) yang dilakukan oleh personel keamanan.

Dalam laporannya, penyelidik PBB mengatakan bahwa perlakuan tersebut merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. (S)

Sumber: Anadolu Agency

Baca Juga