New York Times: Kebencian Meracuni Amerika

The New York Times

WASHINGTON (SALAM-ONLINE): Setelah seorang pria bersenjata membunuh 11 orang di sebuah sinagog Yahudi di Pittsburgh, Pennsylvania, AS, dan seorang pria ditangkap karena mengirim bom pipa ke politisi dan tokoh-tokoh terkemuka, kebencian di negara itu meningkat, lansir harian The New York Times.

Dalam sebuah opininya surat kabar itu menulis, sementara tingkat keseluruhan kejahatan kekerasan menurun, serangan anti-Semit (anti Yahudi) justru meningkat dua kali lipat dalam dua tahun terakhir. Seiring dengan anti-Semitisme, racun kebencian lain yang ditujukan kepada komunitas Muslim Amerika dan Afrika juga meningkat.

“Apa yang terjadi di negeri ini? Tidak bisakah kita aman di rumah kita, di sekolah kita, di tempat paling suci kita?” NY Times menulis opininya, Minggu (28/10/2018), sebagaimana dikutip Anadolu Agency (AA), Senin (29/10).

Dikatakan, bagian dari alasan meningkatnya kejahatan kebencian dan retorika kebencian berasal dari penggunaan media sosial yang menjajakan kebencian tanpa pembatasan.

Robert Bowers, tersangka dalam penembakan Sinagog Pittsburgh di Pennsylvania, aktif sebagai pengguna situs media sosial, Gab.

“Dalam situs tersebut Bowers menulis, ‘Orang-orang Yahudi adalah anak-anak Setan’,” unhkap NY Times.

Baca Juga

“Dan lagi, orang Amerika melihat video-video yang dengan marah menuduh orang-orang berkulit gelap yang mereka yakini sebagai imigran (Muslim),” NY Times menambahkan.

Sementara negara bergulat dengan apa yang harus dilakukan dalam menanggapi penembakan massal lainnya, Presiden AS Donald Trump malah tidak membuat solusi yang lebih jelas.

Trump mengutuk penembakan di Pennsylvania serta bom pipa, tetapi melalui kampanyenya ia telah gagal untuk menolak rasisme atau intoleransi. Dia justru secara konsisten menyerang lawan-lawannya.

Pidato yang bagus bisa menjadi bagian dari penangkal pidato kebencian. Meskipun mungkin tidak cukup untuk menghentikan intoleransi, penembakan massal dan peningkatan kebencian di seluruh negeri. Tetapi, menurut NY Times, hal itu bisa menciptakan dampak yang lebih besar jika diadopsi oleh para pemimpin. (*)

Sumber: AA

Baca Juga