Ketua Umum PP Muhammadiyah Dr Haedar Nashir menegaskan, dengan alasan apapun penyerangan terhadap masjid dan rumah ibadah lainnya merupakan tindakan kriminal yang patut disesalkan. SALAM-ONLINE: Kericuhan yang terjadi di dekat Masjid Jogokariyan, Yogyakarta, pada Ahad (27/1/2019) disesalkan banyak pihak.
Sesepuh Masjid Jogokariyan Yogyakarta Muhammad Jazir ASP menuturkan kejadian bentrok berawal ketika massa konvoi simpatisan PDI Perjuangan melintas di depan Masjid Jogokariyan. Kronologi kericuhan yang terjadi antara massa yang diduga kuat simpatisan PDI Perjuangan dengan kelompok pemuda di depan Masjid Jogokariyan, Yogyakarta, pada Ahad, 27 Januari 2019.
Merespons kejadian itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menegaskan, dengan alasan apapun penyerangan terhadap masjid dan rumah ibadah lainnya merupakan tindakan kriminal yang patut disesalkan.
Pasalnya perusakan simbol agama akan menjadi isu sensitif di kalangan umat beragama di Indonesia. Kerusuhan yang menyasar rumah ibadah dapat dengan mudah menyulut kemarahan dan bisa dijadikan alat perpecahan.
“Muhammadiyah tentu menyesalkan ada pelemparan yang menyasar Masjid. Masjid dan tempat-tempat ibadah lainnya merupakan area yang disucikan dan simbol dari kehidupan umat beragama yang harus di hormati,” terang Haedar pada Selasa (29/1) di Grha Suara Muhammadiyah, Bantul, yang dilansir Muhammadiyah.id.
Bahkan di dalam konstitusi, agama memperoleh tempat yang penting, terdapat dalam pasal 29 ayat 1 dan 2 Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Di dalamnya negara menjamin tiap-tiap penduduknya dalam memeluk agama serta diperkuat dengan sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kebebasan yang dijamin oleh undang-undang sudah seharusnya diindahkan oleh semua pihak, serta untuk saling mengontrol ego masing-masing. Maka, menjadi perlu bagi pengurus dan jamaah masjid menjaga kesucian dan kemurnian masjid sebagai tempat untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
“Jadi di sinilah saya yakin semua pihak tahu posisi dan fungsi masjid, maka hal-hal seperti yang terjadi di Jogokariyan, Yogyakarta, tidak terjadi dan tidak boleh terjadi lagi,” harapnya.
Haedar mengimbau semua pihak untuk saling mengontrol ego masing-masing serta menyerahkan kasus tersebut ke pihak berwajib.
“Bagi umat Islam tetap harus mengedepankan sikap hidup yang damai, pemaaf dan menjunjung tinggi nilai-nilai keutamaan. Kalau masalah tersebut sudah diselesaikan secara hukum biarlah hukum yang menyelesaikan,” ujar Haedar.
Imbauan untuk saling mengontrol masing-masing kelompok perlu disampaikan, mengingat kejadian tersebut sudah tersebar luas melalui media sosial. Haedar berharap kejadian ini tidak diperluas dan dikait-kaitkan dengan persoalan lain, karena akan menjadi pemicu hal negatif bagi kehidupan umat dan bangsa.
Dari kejadian ini, umat harus bisa mengambil hikmahnya, dengan betul-betul menjadi perhatian semua pihak untuk saling menghormati dan menjunjung tinggi norma serta adab sopan santun.
“Bagi warga Muhammadiyah untuk tetap tenang dan menunjukkan akhlak Islami, serta untuk lebih bijak dalam menerima informasi,” tutup Haedar.
Seperti diberitakan, peristiwa penyerangan (pelemparan batu) terhadap Masjid Jogokariyan berawal saat massa yang baru pulang menghadiri acara Deklarasi Jogja Dukung Jokowi-Ma’ruf yang digelar Aliansi Masyarakat Yogya di Stadion Mandala Krida mencopoti bendera-bendera dan spanduk bertuliskan Hizbullah di sepanjang jalan Jogokoriyan.
Saat itu, di area masjid baru saja berlangsung acara pemilihan takmir yang dilanjutkan pembagian sembako untuk warga miskin.
Sesampainya di jalan Jogokariyan, seperti dipaparkan Muhammad Jazir ASP yang juga mantan Ketua Dewan Syuro Masjid Jogokariyan, massa konvoi itu mulai mencopoti bendera-bendera dan spanduk bertuliskan Hizbullah dan berteriak-teriak di sepanjang jalan Jogokariyan sambil mengacungkan senjata tajam. Massa yang mengendarai sepeda motor itu juga meraung-raungkan gas sepeda motornya seolah menantang.
Padahal kawasan Jogokariyan itu selama ini dikenal sebagai basis massa hijau yang tak pernah akur jika bersua dengan basis massa PDIP.
“Intinya mereka memprovokasi,” ujar Jazir. Merasa terganggu, para pemuda Masjid Jogokariyan pun keluar untuk mengadang dan melakukan pengejaran kepada massa konvoi.
Saling serang diwarnai dengan aksi pelemparan batu. Masjid Jogokariyan ikut jadi sasaran pelemparan batu, namun menurut Jazir tak sampai ada kerusakan.
“Tak ada kerusakan karena sedang banyak tenda di area masjid, hanya ibu-ibu yang menerima sembako berlarian menyelamatkan diri,” ujar Jazir.
Bentrok baru mereda setelah petugas Babinsa Koramil 09/MJ dan Babinkamtibmas Polsek Mantrijeron turun.
Kemudian mediasi dilakukan di Pendopo Kecamatan Mantrijeron yang dihadiri Camat Mantrijeron, Kapolsek Mantrijeron, Danramil 09/MJ, Bawaslu, Panwas Kecamatan Mantrijeron dan Takmir Masjid. (*)
Sumber: muhammadiyah.id, Tempo.co