Pemerintah Suriah Hentikan Bentrokan di Suwayda, Mayoritas Pemimpin Druze Tolak Campur Tangan ‘Israel’
SALAM-ONLINE.COM: Pemerintah Suriah melalui Kementerian Dalam Negeri mengumumkan bahwa kota Suwayda telah dibersihkan dan bentrokan dihentikan.
“Kementerian Dalam Negeri secara intensif menegakkan perjanjian gencatan senjata — setelah pengerahan pasukannya di wilayah utara dan barat Provinsi Suwayda — kota Suwayda telah dibersihkan dari semua pejuang suku, dan bentrokan di pusat kota tersebut telah dihentikan,” kata juru bicara kementerian Nour al-Din al-Baba, Sabtu, seperti dilansir kantor berita SANA, Ahad (20/7/2025).
Kepresidenan Suriah di Damaskus mengumumkan gencatan senjata yang komprehensif dan segera di Suwayda setelah berhari-hari terjadi kerusuhan di provinsi selatan tersebut.
Sebelumnya diberitakan, bentrokan pecah, dimulai pada 13 Juli lalu antara suku-suku Arab Badui dengan milisi bersenjata Druze dukungan penjajah “Israel” di Suwayda.
Kekerasan meningkat dan serangan udara “Israel” pun menyusul, termasuk terhadap posisi dan infrastruktur militer Suriah di Damaskus. “Israel” menyatakan kebutuhan untuk melindungi komunitas Druze sebagai dalih untuk melakukan serangan tersebut.
Namun, sebagian besar pemimpin Druze di Suriah secara terbuka menolak campur tangan asing, “Israel”, dan menegaskan kembali komitmen mereka terhadap negara Suriah yang bersatu.
Sebelumnya Arab Saudi memberi tahu AS bahwa pasukan keamanan Suriah harus dikerahkan ke wilayah selatan, Suwayda, yang bergolak meskipun ada keberatan dari “Israel”, kata seorang pejabat AS kepada Middle East Eye (MEE).
Pejabat yang meminta identitasnya dirahasiakan karena sensitivitas seputar topik tersebut, mengatakan bahwa Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud, mengatakan kepada Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio pada Kamis (17/7/2025) bahwa kerajaan tersebut mendukung militer Suriah untuk memegang kendali sepenuhnya atas provinsi Suwayda, Suriah selatan.
Sebuah pernyataan dari Departemen Luar Negeri menyebutkan bahwa kedua belah pihak (AS-Saudi) membahas masalah keamanan regional, termasuk upaya untuk mengakhiri kekerasan di Suriah terkait provokasi “Israel” kepada komunitas Druze di Suwayda.
Pejabat AS itu memberikan penjelasan singkat tentang pembicaraan tersebut. Sumber kedua yang mengetahui diplomasi tersebut, mengatakan kepada MEE pada Jumat (18/7) bahwa Arab Saudi “marah” atas serangan “Israel” terhadap Suriah dan pengerahan militer penjajah tersebut ke Damaskus.
Suwayda menjadi lokasi kekerasan sektarian antara komunitas mayoritas Druze dan warga Badui Sunni. Pemerintah Suriah mengerahkan pasukan ke Suwayda atas permintaan otoritas setempat. Tindakan itu yang kemudian mendorong penjajah “Israel” untuk melancarkan serangan hebat terhadap Suriah.
Perdana Menteri penjajah Benjamin Netanyahu kemudian meminta pemerintah Suriah untuk tidak mengerahkan pasukan ke selatan. Ketika Presiden Ahmad al-Sharaa melakukannya, “Israel” pun melancarkan serangan terhadap konvoi militer Suriah.
Pada hari Rabu (16/7) zionis “Israel” membombardir Kementerian Pertahanan Suriah dan area di dekat istana presiden di Ibu Kota Damaskus.
Para pejabat AS, Arab dan “Israel” yang masih menjabat dan yang sudah pensiun mengatakan bahwa Netanyahu sedang berusaha untuk menciptakan zona pengaruh di Suriah selatan, sebuah perkembangan yang meresahkan sekutu Arab, AS dan Turki.
Dalam sebuah perubahan haluan pada Jumat, media “Israel” melaporkan, mengutip seorang pejabat penjajah yang tidak disebutkan namanya, bahwa mereka telah memutuskan untuk menyetujui “masuknya secara terbatas” pasukan keamanan internal Suriah ke Suwayda selama 48 jam.
‘Sangat jelas’
Seorang pejabat AS lain di kawasan yang memantau serangan “Israel” terkait perubahan sikap penjajah itu mengatakan bahwa desakan “Israel” untuk zona pengaruh di selatan Suriah berbenturan dengan Suriah tengah yang bersatu, yang baru saja dipaparkan oleh utusan Trump untuk negara tersebut, sekaligus duta besar untuk Turki, Tom Barrack, kepada para wartawan pekan lalu.
“Saya pikir Potus (Presiden AS) dan pejabat lainnya di pemerintahan telah sangat jelas tentang arah Suriah,” kata pejabat itu, merujuk pada Presiden Trump.
Sumber regional kedua mengatakan bahwa AS kesal dengan serangan “Israel” ke Suriah.
Intervensi “Israel” di Suwayda sangat merepotkan pemerintahan Trump karena terjadi di saat AS sedang mendesak Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi untuk tunduk pada otoritas Damaskus.
AS dan SDF merupakan sekutu yang berperang melawan kelompok “ISIS”, tetapi kini Washington menginginkan pasukan yang dipimpin Kurdi untuk berintegrasi ke dalam tentara Suriah, alih-alih mempertahankan zona otonomi di timur laut.
Sharaa, mantan pemimpin Hay’at Tahrir al-Syam (HTS) yang sebelumnya merupakan cabang Al-Qaidah di Suriah, memimpin penggulingan mantan presiden dan orang kuat negara itu, Basyar Assad, pada Desember 2024.
Arab Saudi, Turki, Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, dan negara-negara Arab lainnya mengeluarkan pernyataan pada hari Kamis yang menegaskan kembali “dukungan teguh mereka terhadap keamanan, persatuan, stabilitas, dan kedaulatan Suriah”.
Pernyataan tersebut menyatakan bahwa serangan “Israel” merupakan “serangan terang-terangan terhadap kedaulatan Suriah” dan bahwa mereka (sejumlah negara tersebut) menolak “segala bentuk intervensi asing dalam urusan internal (Suriah)”.
‘Berpihak pada Sharaa‘
Keputusan Arab Saudi untuk mendukung Sharaa dan menegaskan otoritas militer di Suwayda tidaklah mengejutkan. Kerajaan tersebut menjadi tuan rumah pertemuan langsung antara presiden Suriah dan Trump di Riyadh pada Mei lalu.
Trump mengatakan bahwa Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Putra Mahkota Mohammad bin Salman bertanggung jawab dalam meyakinkannya untuk mencabut semua sanksi terhadap Suriah. Keputusan Trump mencabut sanksi atas Suriah tersebut, sekali lagi, menurut para diplomat AS, itu bertentangan dengan “Israel”.
Menlu Saudi Pangeran Faisal juga berbicara dengan mitranya dari Turki, Hakan Fidan, pada hari Rabu, atas dukungan terhadap Suriah tersebut.
Meskipun negara-negara Teluk seperti Arab Saudi dan Qatar memiliki dana untuk mendukung rekonstruksi Suriah, Sharaa menikmati hubungan dekat dengan Ankara (Turki). Pada April lalu, “Israel” mengebom beberapa pangkalan udara Suriah yang rencananya akan diambil alih Turki untuk melatih pasukan keamanan Sharaa.
“Arab Saudi menaruh perhatian pada stabilitas dan rekonstruksi Suriah. Termasuk kepemimpinan Suriah di bawah Sharaa,” kata pejabat AS tersebut.
Berbeda dengan Turki dan Qatar yang selama ini sudah berada di pihak kelompok oposisi Suriah, termasuk faksi di bawah pimpinan Abu Mohammad Al-Jolani (Ahmad Al-Sharaa) saat melawan rezim Assad, maka dukungan AS dan sekutunya seperti Saudi, Uni Emirat Arab dan Yordania, terhadap kepemimpinan Suriah yang baru tidak terlepas dari tujuan ingin menjaga keseimbangan di kawasan Timur Tengah.
Pasalnya, saat dinasti Assad berkuasa, Suriah dikenal sebagai proksi Rusia, China dan Iran. Itulah sebabnya, AS dan sekutu Arabnya sangat berkepentingan dengan stabilitas Suriah yang baru di bawah Sharaa. Satu hal yang sulit dipahami oleh sekutu dekat AS, “Israel”. (ib)