JAKARTA (SALAM-ONLINE): Perang melawan “terorisme” di Indonesia memiliki indikasi kuat bukanlah sebuah agenda mandiri melainkan turunan dari agenda global yang dikumandangkan AS.
Hal ini ditegaskan oleh Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya kepada itoday, Ahad (10/2/2013).
“Sejatinya perlawanan di dunia Islam sebagai akibat kezaliman global AS Cs. Namun AS memanipulasi dunia bahwa perlawanan tersebut adalah tindakan (melawan) ‘terorisme’. Maka perang melawan ‘terorisme’ sejatinya ‘topeng’ imperialisme di dunia Islam,” ungkap Harits.
Menurut Harits, Badan Nasional Penanggulan Terorisme (BNPT) dan pasukan Densus 88 merupakan kaki tangan (antek) dinas rahasia Amerika Serikat, CIA, yang bertugas melaksanakan agenda tersebut: menghancurkan umat Islam di Indonesia.
“Saat ini, Densus 88 dan BNPT mengikuti protokol CIA dalam pemberantasan ‘terorisme’,” kata Harits.
Dalam konteks lokal, kata Harits, ‘kontra-terorisme’ disterilkan oleh BNPT dan Densus 88 yakni proyek global dan faktor-faktor global yang memicu lahirnya perlawanan di dunia Islam.
Harits menambahkan, dalam menjalankan strategi “stick and carrot” (politik belah bambu) di dunia Islam, AS menjaga keberlangsungan imperialismenya. Sebagai imbalan loyalitas Indonesia mengikuti arus perang melawan “teroris”, AS pun memberikan banyak hibah, pelatihan capacity building dan jalinan informasi dengan CIA yang hingga kini terus berlangsung.
“Kali ini penahanan hingga vonis penjara 15 tahun bagi Ustadz Abu Bakar Ba’asyir saya duga kuat juga order dari CIA (Amerika), jadi sangat politis. Dan kezaliman ini produk kemitraan konspiratif Indonesia-AS dengan korban yang sebagian besar kelompok Islam,” pungkasnya. (itoday). @salam-online