Penangguhan Penahanan Ahok Hanya Dapat Dilakukan Saat dalam Proses Penyidikan

Abdullah Al-Katiri

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Ketua Umum Aliansi Advokat Muslim NKRI (AAM-NKRI), Abdullah Al-Katiri menegaskan, penahanan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tertulis di dalam amar putusan Hakim sehingga harus dilaksanakan dan mengikat.

“Sedangkan permohonan penangguhan penahanan yang dilakukan oleh beberapa pihak termasuk dari Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta adalah tidak lazim karena penangguhan penahanan hanya dapat dilakukan jika ditahan pada saat dalam proses penyidikan Kepolisian,” tutur Al-Katiri kepada Salam-Online, Jum’at (12/5).

Menurutnya, upaya penangguhan penahanan untuk Ahok merupakan hal yang sia-sia. “Karena antara putusan pemidanaan dan perintah penahanan adalah satu kesatuan yang terintegrasi. Keduanya, dapat dibedakan, namun tidak dapat dipisahkan,” terangnya.

Ketika pengadilan menjatuhkan putusan, ujarnya, maka kewenangan adalah melekat pada Majelis Hakim sebagaimana dimaksudkan pada Pasal 193 ayat (2) KUHAP.

Ada dua opsi kewenangan yang dimiliki hakim setelah menyelesaikan proses pemeriksaan perkara.

“Opsi pertama, ketika Ahok tidak ditahan, maka hakim dapat memerintahkan Ahok untuk ditahan, apabila dipenuhi ketentuan Pasal 21 KUHAP dan terdapat alasan yang cukup. Ini yang telah dilakukan hakim saat memvonis Ahok,” sebut Al-Katiri.

Baca Juga

Opsi kedua, jika Ahok ditahan, maka hakim dalam putusannya dapat memerintahkan Ahok tetap ada dalam tahanan atau membebaskannya jika terbukti tidak bersalah.

“Perintah yang bersifat pilihan ini dipertegas pada Pasal 197 KUHAP. Pada ayat (1) huruf k disebutkan perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan. Terhadap tidak dipenuhinya ketentuan tersebut akan berimplikasi berupa putusan ‘batal demi hukum’ (Pasal 197 ayat (2) KUHAP),” jelasnya.

Kata Al-Katiri, terhadap putusan yang dinyatakan “batal demi hukum” menurut teori hukum diartikan sebagai putusan yang sejak semula dianggap tidak pernah ada (never existed) dan tidak memiliki nilai apapun secara hukum (legally null and void).

“Maka jika ada hal seperti itu dengan sendirinya tidak dapat dilakukan eksekusi,” katanya.

Al-Katiri menegaskan, perintah pengadilan yang secara serta merta menahan Ahok dalam rutan harus dimaknai sebagai keharusan hukum yang bersifat memaksa (mandatory law), sehingga tidak boleh diabaikan.

“Karena, Majelis Hakim telah benar menerapkan norma hukum bahwa faktanya Ahok sebelumnya belum pernah ditahan. Maka, pada saat putusan pemidanaan dijatuhkan, seketika itu pula perintah penahanan dibacakan dalam amar putusan,” tutupnya. (EZ/Salam-Online)

Baca Juga